Jumat, 05 Oktober 2012

Ranperda Berantas Perzinaan dengan meng-enter SANKSI ADAT ???




Sanksi adat akan diadopsi rancangan peraturan daerah (ranperda) pemberantasan perzinaan dan pelacuran yang saat ini dibahas DPRD Kota Padang. Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPRD Padang, Hon Roza Syaukani menuturkan bahwa sanksi adat akan dimasukkan sebagai bagian dari bab sanksi ranperda. Untuk menghilangkan kerancuan penerapan hukuman, maka sanksi adat akan diberikan oleh Kerapatan Adat Nagari (KAN) di tempat kejadian perkara. Sedangkan bentuk sanksi hukuman yang diatur dalam ranperda berupa denda dan kurungan bagi orang yang melakukan perzinaan diancam hukuman kurungan singkat dua bulan dan paling lama lima bulan atau denda serendah-rendahnya Rp15 juta dan setinggi-tingginya Rp 40 juta. Namun, launching ancaman hukum adat yang disosialisasikan 1 oktober 2012 ini, nampaknya belum menuai hasil yang begitu nyata. Masih banyak terlihat tempat-tempat yang diduga rawan kasus perzinaan.
            Ancaman hukuman yang diatur di Pasal 17 ayat (1) pada Bab VI tentang sanksi dalam Ranperda diancamkan kepada setiap orang baik sendiri atau bersama-sama mengusahakan atau menyediakan tempat atau fasilitas untuk melakukan perzinaan atau perbuatan yang mengarah kepada perzinaan. Lalu, setiap orang baik sendiri ataupun bersama-sama yang melindungi atau melakukan pengamanan terhadap perzinaan atau perbuatan yang mengarah kepada perzinaan juga diancam dengan hukuman tersebut. Perbuatan perzinaan yang dimaksud dalam ancaman hukuman ini adalah hubungan seksual di luar pernikahan. Sedangkan, perbuatan yang mengarah perzinaan adalah perbuatan yang mendorong dan membuka peluang besar terjadinya perzinaan.
            Masyarakat seyogyanya menghindari perbuatan perzinaan yang dimaksudkan bukan hanya karena dipergoki namun kesadaran pribadi agar tidak melakukan tindakan asusila tersebut. Peranan aparat juga mendominasi jalannya pemberantasan perzinaan. Hal ini dapat dilakukan dengan razia rutin di tempat-tempat rawan kasus asusila seperti sejejeran tepi pantai padang. Namun, saat ini pemerintah masih terkesan mengabaikan kejadian-kejadian asusila depan publik karena sejauh mata memandang masih tersedia tempat-tempat yang dicurigai dijadikan tempat maksiat. Tidak hanya itu, masih banyak pasangan-pasangan ilegal memamerkan kegiatan yang mendekati pasal Pasal 17 ayat (1) pada Bab VI. Pemerintah jangan hanya sekedar mengeluarkan pasal semata tapi harus ada praktik lapangan yang mengindikasikan peraturan tersebut berjalan. Masyarakat sepertinya menganggap “angin lalu” ancaman hukum ini.