Sanksi adat akan diadopsi rancangan peraturan
daerah (ranperda) pemberantasan perzinaan dan pelacuran yang saat ini dibahas
DPRD Kota Padang. Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPRD Padang, Hon Roza Syaukani
menuturkan bahwa sanksi adat akan dimasukkan sebagai bagian dari bab sanksi
ranperda. Untuk menghilangkan kerancuan penerapan hukuman, maka sanksi adat
akan diberikan oleh Kerapatan Adat Nagari (KAN) di tempat kejadian perkara. Sedangkan
bentuk sanksi hukuman yang diatur dalam ranperda berupa denda dan kurungan bagi
orang yang melakukan perzinaan diancam hukuman kurungan singkat dua bulan dan
paling lama lima bulan atau denda serendah-rendahnya Rp15 juta dan
setinggi-tingginya Rp 40 juta. Namun, launching
ancaman hukum adat yang disosialisasikan 1 oktober 2012 ini, nampaknya
belum menuai hasil yang begitu nyata. Masih banyak terlihat tempat-tempat yang diduga rawan kasus perzinaan.
Ancaman
hukuman yang diatur di Pasal 17 ayat (1) pada Bab VI tentang sanksi dalam
Ranperda diancamkan kepada setiap orang baik sendiri atau bersama-sama
mengusahakan atau menyediakan tempat atau fasilitas untuk melakukan perzinaan
atau perbuatan yang mengarah kepada perzinaan. Lalu, setiap orang baik sendiri
ataupun bersama-sama yang melindungi atau melakukan pengamanan terhadap
perzinaan atau perbuatan yang mengarah kepada perzinaan juga diancam dengan
hukuman tersebut. Perbuatan perzinaan yang dimaksud dalam ancaman hukuman ini
adalah hubungan seksual di luar pernikahan. Sedangkan, perbuatan yang mengarah
perzinaan adalah perbuatan yang mendorong dan membuka peluang besar terjadinya
perzinaan.
Masyarakat
seyogyanya menghindari perbuatan perzinaan yang dimaksudkan bukan hanya karena dipergoki namun kesadaran pribadi agar
tidak melakukan tindakan asusila tersebut. Peranan aparat juga mendominasi
jalannya pemberantasan perzinaan. Hal ini dapat dilakukan dengan razia rutin di
tempat-tempat rawan kasus asusila seperti sejejeran tepi pantai padang. Namun,
saat ini pemerintah masih terkesan mengabaikan
kejadian-kejadian asusila depan publik karena sejauh mata memandang masih
tersedia tempat-tempat yang dicurigai dijadikan tempat maksiat. Tidak hanya
itu, masih banyak pasangan-pasangan ilegal
memamerkan kegiatan yang mendekati pasal Pasal 17 ayat (1) pada Bab VI. Pemerintah
jangan hanya sekedar mengeluarkan pasal semata tapi harus ada praktik lapangan
yang mengindikasikan peraturan tersebut berjalan. Masyarakat sepertinya
menganggap “angin lalu” ancaman hukum ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar